
www.biblical-museum.org – Kanon Alkitab Ibrani. Yudaisme Rabinik membenarkan 24 buku dari Bacaan Masoret, yang umumnya diucap Tanakh ataupun Alkitab Yahudi, selaku berkuasa. Keilmuan modern membuktikan kalau kitab- kitab yang sangat terkini dituliskan merupakan Buku Yunus, Ratapan, serta Daniel, yang mana seluruhnya itu bisa jadi sudah disusun sampai akhir era ke- 2 SM.
Buku Kuis melingkupi sesuatu pantangan kepada akumulasi ataupun penurunan( Kuis 4: 2, Kuis 12: 32), yang bisa jadi legal pada buku itu sendiri( ialah sesuatu” buku tertutup”, pantangan atas pengeditan catatan pada era kelak) ataupun pada instruksi yang diperoleh Musa di Gunung Sinai.
Buku 2 Makabe( tidak tercantum dalam kanon alkitab Ibrani) melukiskan kalau Nehemia( dekat tahun 400 SM)” menata suatu bibliotek dengan mengakulasi bermacam novel mengenai para raja serta para rasul, karangan- karangan Daud serta surat- surat para raja hal sumbangan- sumbangan abdi”( 2 Makabe 2: 13). Buku Nehemia membuktikan kalau Ezra( seseorang pemimpin serta pakar buku) mengembalikan Torah( Taurat) dari Babilonia ke Yerusalem serta Bagian Kedua pada kurun durasi yang serupa. Bagus Buku 1 Makabe ataupun 2 Makabe membuktikan kalau Yudas Makabe( dekat tahun 167 SM) pula mengakulasi kitab- kitab bersih( 1 Makabe 3: 42–50, 2 Makabe 2: 13–15, 2 Makabe 15: 6–9).
Baca Juga: Gimana Muka Perabotan Tiap Hari Di Masa Yesus? Beserta Penemuannya
Tidak terdapat konsensus keilmuan hal bila kanon Buku Bersih ataupun Alkitab Yahudi diresmikan; sebagian akademisi beranggapan kalau kanon itu diresmikan oleh bangsa Hashmonayim, sedangkan yang lain beranggapan kalau tidak terdapat penentuan sampai era ke- 2 Meter ataupun apalagi setelahnya. Komisi Buku Bersih Kepausan berkata kalau” kanon Yahudi yang lebih kencang tercipta setelah itu sehabis pembuatan Akad Terkini”.
Sirakh
Fakta terdapatnya sesuatu berkas buku bersih yang seragam dengan bagian- bagian dari Alkitab Yahudi ditemui dari buku Sirakh( berawal dari tahun 180 SM serta tidak tercantum dalam kanon Ibrani), yang mana melingkupi sesuatu catatan julukan figur Alkitab Akad Lama( Sirakh 44- 49) dalam antrean yang serupa semacam yang ditemui dalam Torah serta Neviim( Nabi- nabi), serta melingkupi julukan sebagian orang yang dituturkan dalam Ketuvim( Tulisan- tulisan). Bersumber pada catatan julukan ini, sebagian akademisi beranggapan kalau penulisnya( Yeshua ben Sira) mempunyai akses pada, serta dikira memiliki daulat, Buku Peristiwa, Keluaran, Imamat, Angka, Kuis, Yosua, Hakim- hakim, Samuel, Raja- raja, Ayub, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, serta 2 simpati Rasul Kecil.
Catatan yang terbuat Ben Sira tidak melingkupi nama- nama dari Buku Rut, Kidung Agung, Ester, serta Daniel, alhasil berikan opini kalau banyak orang yang dituturkan dalam kitab- kitab ini tidak penuhi patokan catatan orang besar yang dibuatnya, ataupun beliau tidak mempunyai akses pada kitab- kitab ini, ataupun tidak menganggapnya berkuasa. Dalam introduksi( tutur pengantar) alih bahasa Yunani dari buatan Ben Sira, cucunya, dengan angka tahun 132 SM, mengatakan bagus Hukum( Torah) ataupun para Rasul( Neviim), dan golongan ketiga dari kitab- kitab yang belum diberi julukan Ketuvim( introduksi itu cuma mengatakan” kitab- kitab yang lain itu”).
Septuaginta
Septuaginta( LXX) merupakan suatu alih bahasa dalam bahasa Yunani Koine dari kitab- kitab bersih Yahudi, diterjemahkan dengan cara berangsur- angsur antara era ke- 3 serta ke- 2 SM di Aleksandria, Mesir. Bagi Michael Barber, dalam Septuaginta, Torah serta Neviim diresmikan selaku kanonik, namun Ketuvim kelihatannya belum dikanonisasi dengan cara pasti. Buatan penerjemahan( serta pengeditan) bisa jadi dicoba oleh 7 puluh( ataupun 7 puluh 2) tetua yang menerjemahkan Alkitab Yahudi ke dalam bahasa Yunani Koine, tetapi fakta asal usul mengenai narasi ini kira- kira samar- samar. Lebih dari itu, baginya, nyaris tidak bisa jadi memastikan bila tiap- tiap buku yang lain itu dimasukkan ke dalam Septuaginta.
Filo serta Yosefus( keduanya berhubungan dengan Yudaisme Helenistik) menyangka para juru bahasa LXX termotivasi dengan cara ilahi, serta informasi kuno yang penting atas cara penerjemahan itu berawal dari Pesan Aristeas( ca. era ke- 2 SM). Bebarapa lilitan Dokumen Laut Mati menampilkan terdapatnya teks- teks Yahudi tidak hanya dari teks- teks yang jadi dasar Bacaan Masoret; dalam sebagian permasalahan, teks- teks yang terkini ditemui ini selaras dengan tipe Septuaginta. Ada fakta kokoh kalau Septuaginta ialah kanon yang legal di Palestina pada era awal:” Para pengarang semacam Archer serta Chirichigno mencatat 340 bagian di mana Akad Terkini mengambil Septuaginta namun cuma 33 bagian di mana[Perjanjian Baru] mengutipnya dari Bacaan Masoret.”
Dokumen Laut Mati
Filosofi mengenai terdapatnya sesuatu kanon Yahudi tertutup dalam Yudaisme Bagian Kedua di setelah itu hari menemukan tentangan oleh varian- varian tekstual yang ditemui dalam Dokumen Laut Mati. Michael Barber menorehkan,” Hingga dikala ini diasumsikan kalau penambahan- penambahan” apokrif” yang ditemui dalam kitab- kitab LXX merepresentasikan ekspansi yang dicoba belum lama dalam teks- teks Yunani atas teks- teks Yahudi. Sehubungan dengan ini, Bacaan Masoret( MT) yang dibangun oleh para Illah pada rentang waktu era medio sudah diperoleh selaku bukti kepercayaan atas Alkitab Yahudi dari era awal. Tetapi, asumsi ini saat ini lagi ditantang dalam jelas Dokumen Laut Mati.”
Fakta yang mensupport tantangan- tantangan ini melingkupi kenyataan kalau” salinan- salinan dari sebagian buku Alkitab yang ditemui di Qumran mengatakan perbedaan- perbedaan yang runcing dari MT”. Selaku sesuatu ilustrasi fakta itu, Barber menerangkan kalau” para akademisi kagum kala menciptakan kalau salinan- salinan Yahudi dari 1 serta 2 Samuel yang ditemui dalam Terowongan 4 selaras dengan LXX, bukan MT. Salah satu adegan ini bertarikh era ke- 3 SM serta dipercayai ialah kopian tertua dari suatu bacaan biblika yang sempat ditemui sampai dikala ini. Nyata kalau tipe Masoretik dari 1–2 Samuel takluk dengan cara penting di mari dari ilustrasi LXX itu”.
Dokumen Laut Mati merujuk pada Torah serta Neviim, dan berikan opini kalau bagian- bagian dari Alkitab ini sudah dikanonisasi saat sebelum tahun 68 Meter. Suatu lilitan dokumen yang berisikan seluruh ataupun bagian- bagian dari 41 mazmur biblika, walaupun dalam antrean yang berlainan dengan Buku Mazmur dikala ini serta melingkupi 8 bacaan yang ditemui dalam Buku Mazmur, berikan opini kalau Buku Mazmur belum dikanonisasi pada dikala itu.
Filo
Pada era ke- 1 Meter, Filo dari Aleksandria mangulas kitab- kitab bersih, namun tidak mengatakan hal penjatahan Alkitab itu jadi 3 bagian; walaupun De vita contemplativa ciptaannya( pada era ke- 19 terdapat yang meragukan kepengarangannya) melaporkan dalam bagian III( 25) kalau” menekuni… hukum serta sabda bersih Allah yang diucapkan oleh para rasul bersih, serta lagu pujian, serta mazmur, serta seluruh tipe perihal yang lain dengan ide budi yang darinya wawasan serta iman ditingkatkan serta dibawa pada keutuhan.” Filo mengambil nyaris segenap dari Torah, namun sering- kali pula dari Ben Sira serta Kebijaksanaan Salomo.
Yosefus
Bagi Michael Barber, bukti yang sangat akurat serta sangat dini hendak sesuatu catatan kanonik Yahudi berawal dari Yosefus( 37 Meter– ca. 100 Meter). Yosefus merujuk penjatahan kitab- kitab bersih ke dalam 3 bagian, ialah 5 buku Torah, 13 buku Neviim, serta 4 buku yang lain hal lagu pujian serta kebijaksanaan:” Karena kita tidak mempunyai sedemikian banyak buku di antara kita, buat tidak disetujui serta dipertentangkan antara satu dengan yang yang lain, namun cuma terdapat 2 puluh 2 buku, yang bermuatan seluruh memo dari totalitas era kemudian; serta 5 di antara lain berawal dari Musa, yang memiliki hukum- hukumnya serta tradisi- tradisi dari asal mula orang hingga kepergiannya… para rasul, yang sehabis Musa, menorehkan apa yang sudah dicoba pada era mereka di dalam 3 simpati buku. 4 buku lebihnya bermuatan himne- himne pada Allah, serta ajaran- ajaran untuk penajaan kehidupan orang.”
Sebab kanon Ibrani dikala ini muat 24 buku, bukannya 22 buku semacam yang dituturkan Yosefus, sebagian akademisi[siapa?] beranggapan kalau beliau menyangka Buku Rut selaku bagian dari Buku Hakim- hakim, serta Buku Ratapan merupakan bagian dari Buku Yeremia. Para akademisi lainnya[siapa?] beranggapan kalau pada dikala Yosefus menorehkan perihal itu, kitab- kitab semacam Ester serta Penceramah belum dikira kanonik.
Bagi Gerald Larue, catatan Yosefus memantulkan apa yang setelah itu jadi kanon Ibrani, walaupun para akademisi sedang bergumul dengan permasalahan sekeliling daulat catatan khusus pada durasi beliau menuliskannya. Dengan cara penting, Yosefus men catat 22 buku itu selaku kanonik sebab kitab- kitab itu diilhami dengan cara ilahi; beliau mengatakan kitab- kitab asal usul yang lain yang tidak terilhami dengan cara ilahi, serta karenanya beliau tidak menganggapnya kanonik.
Baca Juga: Perkembangan Agama Islam Di Jepang
Barber sepakat kalau walaupun” para akademisi sudah merekonstruksi catatan Yosefus dengan cara berlainan, kelihatannya nyata kalau dalam kesaksiannya kita mengalami sesuatu catatan buku yang amat mendekati dengan kanon Yahudi begitu juga terdapatnya dikala ini.” Namun, beliau menerangkan kalau kanon Yosefus” tidak sama dengan Alkitab Yahudi Modern”. Beliau mengemukakan kalau sedang terdapat perbincangan hal apakah kanon Yosefus bersistem tripartit ataupun tidak. Serta karenanya Barber mengingatkan kalau” orang wajib berjaga- jaga buat tidak membesar- besarkan maksud berarti Yosefus.” Buat mensupport peringatan ini, beliau membuktikan kalau” Yosefus nyata seseorang badan golongan Farisi serta, walaupun beliau bisa jadi tidak senang berasumsi begitu, ciptaannya tidaklah Alkitab Ibrani yang diperoleh dengan cara umum—komunitas- komunitas Ibrani yang lain melibatkan lebih dari 2 puluh 2 buku.”
Kalangan Farisi
Kalangan Farisi pula memperdebatkan status dari kitab- kitab kanonik. Pada era ke- 2 Meter, Akiba ben Yusuf melaporkan kalau mereka yang membaca kitab- kitab non kanonik tidak hendak mendapatkan kehidupan di alam baka( Sanhedrin 10: 1). Tetapi, bagi Bacher serta Graetz, Illah Akiba tidak menentang pemakaian individu atas Apokrifa, begitu juga teruji dari realitas kalau beliau sendiri kerap memakai Sirakh.
Mereka pula memperdebatkan status Buku Penceramah serta Kidung Agung, serta menarik kesimpulan begitu juga adat- istiadat dari Illah Simeon ben Azzai yang melaporkan kalau kitab- kitab itu merupakan Bersih( Yadayim 3: 5). Bagaimanapun Akiba dengan jelas membela kanonisitas Buku Kidung Agung serta Ester. Namun pernyataan- pernyataan Heinrich Graetz yang meluhurkan tindakan Akiba atas kanonisitas Kidung Agung dikira selaku kesalahpahaman, begitu juga diperlihatkan hingga batasan khusus oleh Isaac Hirsch Weiss. Dengan corak yang serupa yang melandasi antagonisme Akiba kepada Apokrifa, ialah kemauan buat menghilangkan pemeluk Kristen—terutama pemeluk Kristen Yahudi— yang mengutip” bukti- bukti” mereka dari Apokrifa, butuh pula menyangkutkan ambisinya buat melepaskan pemeluk Ibrani yang terhambur besar dari kekuasaan Septuaginta, dari kekeliruan serta ketidakakuratan yang kerap mendistorsi arti sesungguhnya dari Buku Bersih, dan dari penggunaannya selaku alasan yang dipakai kepada pemeluk Ibrani oleh pemeluk Kristen.
Konsili Yamnia
Mishnah, yang disusun pada akhir era ke- 2 Meter, melukiskan sesuatu perbincangan hal status sebagian buku dari Ketuvim, serta spesialnya hal apakah kitab- kitab itu membuat tangan- tangan yang memegangnya jadi dekil dengan cara ritual ataupun tidak. Yadaim 3: 5 berikan atensi atas sesuatu perbincangan hal Buku Kidung Agung serta Penceramah. Megillat Taanit, dalam ulasan mengenai hari- hari dikala puasa dilarang namun yang tidak terdaftar dalam Buku Bersih, mengatakan mengenai hari raya Purim. Bersumber pada keadaan ini, serta sebagian rujukan seragam, Heinrich Graetz pada tahun 1871 merumuskan kalau sudah berjalan Konsili Yamnia( ataupun Yavne dalam bahasa Yahudi) yang sudah memutuskan kanon Ibrani pada akhir era awal( ca. 70–90). Filosofi ini jadi konsensus keilmuan yang legal pada nyaris sejauh era ke- 20.
W. Meter. Christie ialah orang yang awal kali menyangkal filosofi terkenal ini dalam The Journal of Theological Studies versi Juli 1925, dalam sesuatu postingan bertajuk” Rentang waktu Yamnia dalam Asal usul Ibrani”. Jack P. Lewis menorehkan sesuatu kritik atas konsensus terkenal itu dalam Journal of the American Academy of Religion versi April 1964 bertajuk” Apa yang Kita Arti dengan Yabneh?” Raymond E. Brown amat mensupport Lewis dalam keterangannya yang diterbitkan dalam Jerome Biblical Commentary( pula diperlihatkan dalam New Jerome Biblical Commentary tahun 1990), begitu juga dalam keterangan Lewis mengenai poin itu dalam Anchor Bible Dictionary tahun 1992. Sid Z. Leiman membuat sesuatu sanggahan dengan cara bebas dalam tesisnya di Universitas Pennsylvania yang setelah itu diterbitkan selaku sesuatu novel pada tahun 1976, di mana beliau menorehkan kalau tidak terdapat satupun pangkal yang dipakai buat mensupport filosofi itu betul- betul mengatakan kitab- kitab yang sudah ditarik kembali dari suatu kanon, serta beliau mempersoalkan totalitas asumsi yang melaporkan kalau diskusinya cuma sekeliling kanonisitas, dengan melaporkan kalau seluruhnya itu sesungguhnya berhubungan dengan permasalahan yang serupa sekali lain. Para akademisi yang lain semenjak dikala itu turut menentangnya, serta dikala ini filosofi itu didiskreditkan dengan cara besar.
Sebagian akademisi beranggapan kalau kanon Ibrani diresmikan lebih dini oleh bangsa Hashmonayim. Jacob Neusner menerbitkan buku- buku pada tahun 1987 serta 1988 yang mengemukakan kalau buah pikiran mengenai sesuatu kanon biblika bukanlah berarti dalam Yudaisme Rabinik era ke- 2 ataupun apalagi setelah itu, serta kebalikannya terdapat sesuatu buah pikiran mengenai ekspansi Torah supaya melibatkan Mishnah, Tosefta, Talmud Yerusalem, Talmud Babilonia, serta midrashim.
Dengan begitu, tidak terdapat konsensus keilmuan hal bila kanon Ibrani diresmikan. Bagaimanapun, hasil- hasil yang berhubungan dengan Konsili Yamnia itu memanglah terjalin bagus dengan cara berangsur- angsur ataupun selaku ketetapan dari sesuatu konsili berkuasa yang pasti. Bagi Gerald Larue, patokan yang dipakai dalam penentuan kitab- kitab bersih buat dimasukkan dalam kanon Ibrani belum tertera dalam” deskripsi yang nyata” dalam wujud apapun, namun kayaknya melingkupi keadaan selanjutnya:
- Catatan wajib dalam bahasa Yahudi. Sebagian dispensasi, yang mana tercatat dalam bahasa Aram, merupakan Daniel 2–7, tulisan- tulisan yang berhubungan dengan Ezra( Ezra 4: 8–6: 18; 7: 12–26), yang mana diakui selaku bapa penggagas Yudaisme paska- pembuangan, serta Yeremia 10: 11. Yahudi ialah bahasa Buku Bersih, Aramaik merupakan bahasa obrolan biasa.
- Catatan wajib disetujui penggunaannya dalam komunitas Ibrani. Pemakaian Ester dalam Purim bisa jadi buatnya bisa dimasukkan dalam kanon. Yudit tidak bisa diperoleh bila tanpa sokongan semacam itu.
- Catatan wajib memiliki salah satu dari tema keimanan besar dalam Yudaisme, semacam bangsa opsi, ataupun akad. Dengan reklasifikasi Kidung Agung selaku sesuatu parabel, bisa jadi saja buat memandang sesuatu pernyataan cinta hendak akad di dalam buku ini.
- Catatan wajib telah tertata saat sebelum era Ezra, buat perihal ini biasanya dipercayai kalau sehabis era itu telah tidak terdapat lagi gagasan. Yunus diperoleh sebab memakai julukan seseorang rasul dini, serta berkaitan dengan peristiwa- peristiwa saat sebelum kebangkrutan Niniwe yang terjalin pada tahun 612 SM. Buku Daniel berlatar era Isolasi serta karenanya diperoleh selaku sesuatu akta era pengasingan.